Pengen berbagi salah satu cerita inspiratif yang berkesan dari buku favorit saya, yaitu Chiken Soup for the Soul. Cerita yang berjudul Tangga Naik dan Peluncur Turun ini baik untuk kita simak.. Kisah ini bercerita tentang seorang ibu yang menemani putranya bermain permainan sejenis ular tangga gitu.. :)
Aku seorang ibu yang sedang menemani putraku bermain, bernama Evan yang berusia 4 tahun. Kami berdua duduk dikarpet, dengan papan permainan ular tangga terbentang di depan kami. Tujuan dari permainan ular tangga ini adalah berpindah ke 100 langkah hingga ke kotak Sang Pemenang dipaling atas. Disepanjang langkah terdapat "tangga-tangga" yang memungkinkan pemain melompati beberapa kotak dan pindah ke kotak yang lebih tinggi, dan kemudian ada "papan pelungsur," tangga menurun yang menurunkan buah undi ke kotak-kotak lebih bawah.
Evan selalu terobsesi untuk memenangkan permainan. dia seperti sedang kesulitan menerima konsep "kalah". Ketika menang, dia akan berteriak "Aku menang dan Mommy kalah!" Dia tidak bermaksud keji dan secara teknis yang dikatakannya itu benar, tetapi kujelaskan padanya bahwa ketika menang pun kita harus bersikap anggun, dan memberi semangat kepada lawan untuk bermain lebih baik lagi. Sejak saat itu, setiap kali aku kalah, dia dengan lembut menepuk punggungku dan berkata "Selamat, Pencundang".
Giliranku memutar dadu dan kebetulan dapat lompatan naik tangga kebulatan pemenang. Aku menang! Dia terlihat kecewa dan mulai mengemas papan permainannya. "Kok Mommy nggak bilang 'Selamat, Pecundang' kepadaku?" tanyanya.
Dan tiba-tiba, pentingnya moment ini baru jelas bagiku. Anakku bukan jadi pecundang hanya karena putaran dadunya berbeda dengan putaran daduku. Dia tidak lebih buruk hanya karena dia menghabiskan sebagian hidupnya dengan memainkan permainan itu. Pikiranku jadi kemana-mana saat aku mengaitkan permainan anak TK ini dengan keseluruhan hidupku, Dapat kulihat riwayat keluarga kami pada kotak-kotak warna-warni itu.....
Pasang surutnya kehidupan Nyata Keluarga Dexter:
1993- Usaha yang kujalankan dengan susah payah memberikan keuntungan setelah empat tahun merugi: Tangga naik
1994- Kebakaran: Papan Pelungsur
2003- Kami mengambil pinjaman dan mulai membangun studio rekaman suamiku: Tangga Naik
2004- Banjir: Papan Pelungsur
2009- Kami akhirnya melunasi hutang kami: Tangga Naik
2010- Kami dituntut: Papan Pelungsur
Namun saat kami kalah bermain, apakah kami langsung mengemas permainan dan menghindar? Tidak! kami terus saja kembali bangkit, terus mengejar mimpi. Kami tahu bahwa Papan Pelungsur masih akan muncul dimasa depan, tetapi lingkaran kemenangan akan selalu berada pada tempatnya. Mengapa kita tidak menyelesaikan permainan ini, meskipun kita kalah dengan terus menuruni papan pelungsur?
"Hanya karena seseorang sudah sampai dilingkaran pemenang, tidak berarti yang lainnya sudah kalah. kita masih bisa terus jalan."
Kemenangan akan jauh lebih manis karena sudah dicapai dengan bersusah-payah. Tidakkah kehidupan seperti itu?
Aku yakin lingkaran kemenangan masih tetap ada disana untuk masing-masing kita semua. sebagian dari kita mungkin perlu lebih waktu untuk sampai disana. Perjalanan kita semua akan terlihat tidak sama. Sebagian kita mungkin sudah diperosotkan oleh peluncur lima kali, sementara yang lainnya terus mendapatkan tangga naik. Itu bukan masalah. Yang terpenting adalah kita menemukan jalan kita dan terus bertahan..
"Jangan kemasi dulu papan permainannya. Teruskan saja.."
0 Comments
Post a Comment